1. Kasus
Iklan Dan Dimensi Etisnya
Etika hanyalah bagai garis tepi arena, pembatas gerak
para pemain yang diwasiti oleh para pemainnya sendiri. Malahan kadang ditemui,
penjaga garis pun tak hadir ketika bola iklan sedang menggelinding. Karena itu,
amatlah penting agar etika berjalan seiring dengan irama permainan dari para
pemilik dan penyalur pesannya, termasuk dari riuh-rendah khalayaknya.
Etika pariwara yang berisi sekumpulan nilai dan pola laku moralitas periklanan ini lebih lagi memiliki arti penting bagi mereka yang di pasar. Bukankah cukup sering mereka sampai perlu berdesakan untuk membayar berbagai produk yang kebetulan pernah diiklankan di radio, televisi, koran, majalah, atau papan iklan. Padahal mereka paham bahwa pesan periklanan bukanlah perintah untuk melangkah ke kasir toko, namun seni dan strategi berniaga untuk dipilih
lalu muncul pertanyaan adakah etika pariwara atau etika iklan yang kurang etis atau terkesan menjatuhkan?.
jawab saya "ADA" , kali ini saya akan memberikan contohnya dan analisis singkatnya.
taukah anda iklan provider TELKOMSEL dan XL ? saya rasa mungkin semuanya sudah mengetahuinya.
betapa sengitnya perang antara provider telkomsel dan xl ini bisa kita lihat pada layar kaca tidak lebih dari 2 minggu patilah kedua provider telekomunikasi itu sudah berganti iklan , pada awalnya saya pikir hanya iklan biasa tapi makin lama saya perhatikan , kedua provider telekomunikasi di indonesia ini bukan hanya menawarkan produkanya saja akan keunggulan produk dari provider telekomunikasi tetapi kalau kata peapatah "ada udang dibalik batu" yang artinya selain beriklan mewarkan produk juga mulai membanding-bandingkan provider kompetitornya.
Etika pariwara yang berisi sekumpulan nilai dan pola laku moralitas periklanan ini lebih lagi memiliki arti penting bagi mereka yang di pasar. Bukankah cukup sering mereka sampai perlu berdesakan untuk membayar berbagai produk yang kebetulan pernah diiklankan di radio, televisi, koran, majalah, atau papan iklan. Padahal mereka paham bahwa pesan periklanan bukanlah perintah untuk melangkah ke kasir toko, namun seni dan strategi berniaga untuk dipilih
lalu muncul pertanyaan adakah etika pariwara atau etika iklan yang kurang etis atau terkesan menjatuhkan?.
jawab saya "ADA" , kali ini saya akan memberikan contohnya dan analisis singkatnya.
taukah anda iklan provider TELKOMSEL dan XL ? saya rasa mungkin semuanya sudah mengetahuinya.
betapa sengitnya perang antara provider telkomsel dan xl ini bisa kita lihat pada layar kaca tidak lebih dari 2 minggu patilah kedua provider telekomunikasi itu sudah berganti iklan , pada awalnya saya pikir hanya iklan biasa tapi makin lama saya perhatikan , kedua provider telekomunikasi di indonesia ini bukan hanya menawarkan produkanya saja akan keunggulan produk dari provider telekomunikasi tetapi kalau kata peapatah "ada udang dibalik batu" yang artinya selain beriklan mewarkan produk juga mulai membanding-bandingkan provider kompetitornya.
Spoiler for Telkomsel ngehina XL:
Spoiler for Muncul Penengah yg nyuruh damai:
pertama dari iklannya lalu artisnya kira kira begini kronologisnya:
1. provider xl dahulu menampilkan iklan dengan artis artis ternama seperti raffi ahmad, baim cilik hingga sule
disitu diceritakan bahwa baim menipu om yaitu sule.
2. tak lama kemudian munculah iklan dari telkomsel namun yang mnegejutkan artis yang membintangi iklan tersebut adalah sule yang notabene adalah artis dari xl disitu diceritakan bahwa sul sebagai artis yang sedang diwawancarai lalu berkata "kapok dibohongi anak kecil"
3. tak mau kalah dari pesaingnnya xl meluncurkan aksinya namun tetap dalam masa kewajaran dimana di sana menceritakan sulap gelas "ada yang berwana merah dan biru"
4. telkomsel pun kebakran jenggot lalu juga membuat iklan kembali dimana diceritakan ada kawanan orang yang sedang melihat tv bilang "ini emang benar, gak pake sulap sulapan...."
5. telkomsel dengan jargon sule tampaknya sedang semangat-semangatnyamengejek kompetitornya dengan membuat iklan baru lagi dimana disitu memunculkan baim palsu dengan menampilkan bagian belakangnya, xl hingga tampaknya sedikit dewasa karena tidak membalasnya atau mungkin bisa jadi sedang mempersiapkan serangan balasan.
sebenarnya masih banyak lagi iklan yang ingin saya analisis yaitu iklan antara provider indosat dan axis namun adanya keterbatasan waktu dan paling jelas terlihat perang provider yang saya rasa kurang etis karena satu sama lain saling menjatuhkan hanya provider telekomunikasi telkomsel dan xl saja.
2. Kasus Etika Pasar Bebas
Akhir-akhir ini makin
banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama
menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan
luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam
pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk
berkembang mengikuti mekanisme pasar.
Dalam persaingan antar
perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali
terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari
Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang
tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan
untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas,
seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di
dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar
nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per
kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain
kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
3. KASUS MONOPOLI PASAR CARREFOUR
MASALAH
CARREFOUR Indonesia memanfaatkan situasi
penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih
lemah, dan kelemahan tersebut ”dimanfaatkan” oleh pihak CARREFOURIndonesia
untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk.
Dengan mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon
Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU,
pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang
dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak
sehat.
Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1)
huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan
bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU
No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan.
DAMPAK
Adanya
penyalahgunaan hak akuisisi pada PT Alfa Retailindo Tbk yang mengakibatkan :
1.
Kenaikan pangsa pasar dari 46,03% pada 2007 menjadi
57,99% pada 2008.
2.
Terjadinya peningkatan dan pemaksaan potongan –
potongan harga pembelian dari pemasok.
3.
Pasal 17 berisi tentang pelarangan menguasai alat
produksi dan penguasaan barang yang bisa memicu terjadinya praktik monopoli.
Sedangkan Pasal 25 Ayat 1 berisi tentang posisi dominan dalam menetapkan
syarat-syarat perdagangan.
Pasal yang
dilanggar :
1. Pasal 17 ayat 2
1. Pasal 17 ayat 2
Pelaku usaha
patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang
dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan
atau jasa yang sama; atau
c. satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Pasal 20
2. Pasal 20
Pelaku usaha
dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual beli
atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan
usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Pasal 25 ayat 1 huruf a
3. Pasal 25 ayat 1 huruf a
Pelaku usaha
dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung
untuk :
a.
menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi
konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga
maupun kualitas.
4. Pasal 28
4. Pasal 28
1) Pelaku
usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku
usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang
sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
SOLUSI
Dalam menciptakan
etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
·
Pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri untuk tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang
dan menekan pihak lain.
·
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan
keadaan masyarakat.
·
Pelaku bisnis hendaknya menciptakan persaingan bisnis
yang sehat.
·
Pelaku bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan
hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan
dimasa mendatang.
·
Pelaku bisnis harus konsekuen dan konsisten dengan
aturan main yang telah disepakati bersama.
SARAN
Tingkat
perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam
jangka panjang bila perusahaan tidak concernterhadap perilaku etis
maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja
keuangannya.
Sumber :
http://mariyah87-marca.blogspot.com/2009/10/tugas-kelompok-etika-bisnis.html
4. Kasus Korupsi Bank Century
Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Bank Century sebelum diambil alih. BPK mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi. Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh Boediono–sekarang wapres–dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2008.
Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Bank Century sebelum diambil alih. BPK mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi. Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh Boediono–sekarang wapres–dianggap tidak tegas pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2008.
BI, diduga mengubah
persyaratan CAR. Dengan maksud, Bank Century bisa mendapatkan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kemudian, soal keputusan Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KKSK)–saat itu diketuai Menkeu Sri Mulyani–dalam menangani
Bank Century, tidak didasari data yang lengkap. Pada saat penyerahan Bank
Century, 21 November 2008, belum dibentuk berdasar UU.
Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) juga diduga melakukan rekayasa peraturan agar Bank Century mendapat
tambahan dana. Beberapa hal kemudian terungkap pula, saat Bank Century dalam
pengawasan khusus, ada penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang tentu saja,
menurut BPK, melanggar peraturan BI. Pendek kata, terungkap beberapa praktik
perbankan yang tidak sehat.